Senin, 03 Oktober 2011

TOLAK UKUR KEBERHASILAN DAN KENDALA DALAM BUDIDAYA PERAIRAN



A.      TOLAK UKUR KEBERHASILAN BUDIDAYA
Budidaya merupakan rekayasa manusia dengan mendapatkan input dan energi untuk meningkatkan organisme akuatik yang bermanfaat dengan memanipulasi pertumbuhan dan menekan mortalitas. Berdasarkan pengertian tersebut,  keberhasilan suatu budidaya dapat diamati melalui beberapa indikasi yang akan terlihat setelah proses budidaya selesai dilakukan. Indikasi-indikasi tersebut antara lain dengan menghitung berat atau bobot (biomassa) ikan, laju pertumbuhan, dan angka mortalitas dari ikan yang kita budidayakan.
1.      Biomassa ikan
Tolak ukur keberhasilan budidaya ikan dapat diamati dari biomassa ikan dalam proses produksi. Target produksi dapat ditentukan dari  jumlah bobot ikan yang dihasilkan yakni dengan cara menghitung biomassa pada sekuen kegiatan pembesaran. Semakin tinggi biomassa yang diperoleh saat pemanenan maka dapat dikatakan semakin tinggi keberhasilan budidaya.
2.      Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan budidaya. Pertumbuhan yang dimaksud adalah kecepatan ikan untuk mencapai berat atau bobot yang diinginkan. Setiap  spesies ikan mempunyai kemampuan tumbuh berbeda-beda. Perbedaan pertumbuhan ini dapat tercermin, baik dalam laju pertumbuhannya maupun potensi tumbuh dari ikan tersebut. Perbedaan kemampuan tumbuh ikan pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan faktor genetik dari masing masing ikan. Karakteristik genetik tertentu yang dimiliki oleh seekor ikan biasanya menyatu dengan sejumlah sifat bawaan yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kemampuan ikan menemukan dan memanfaatkan pakan yang tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Semua hal tersebut akhirnya tercermin pada laju pertumbuhan ikan. Biasanya untuk mencapai hal tersebut, dilakukan rekayasa genetik guna menghasilkan benih ikan unggul yang diinginkan .
3.      Mortalitas
Mortalitas atau angka kematian dapat juga dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam budidaya. Salah satu target produksi dapat ditentukan dari banyaknya jumlah ikan yang dihasilkan (menghitung tingkat kelangsungan hidupnya) khususnya untuk sekuen kegiatan pembenihan. Budidaya dapat dikatakan berhasil apabila prosentase mortalitas ikan yang dibudidayakan  kurang dari 25%. Semakin rendah angka mortalitas maka semakin besar persentase keberhasilan budidaya yang dilakukan.


B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BUDIDAYA
Keberhasilan suatu budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan produksi ikan yang kita budidayakan. Faktor-faktor tersebut terbagi atas faktor internal dan faktor eksternal.
1.      Faktor Internal
Faktor internal dalam budidaya ikan antara lain :
a.       Gen
Selain pakan yang kita berikan, pengaruh gen dari ikan sendiri menjadi salah satu faktor yang amat penting bagi laju pertumbuhan ikan. Ikan mempunyai gen khusus yang dapat menghasilkan organ atau sel organ tertentu dan gen umum yang memberikan turunan kepada jenisnya. baik gen khusus maupun gen umum dari setiap ikan tersusun atas DNA (Deoxyribonucleic acid) dan RNA (Ribonucleic acid). Ekspresi dari gen gen tersebut dan sel yang terbentuk menjadi satu paket yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan pada ikan. Transgenik atau rekayasa genetik dapat dilakukan untuk mendapatkan sifat yang diinginkan.
b.      Kualitas Air
Air merupakan salah satu unsur budidaya penting. Air disini dapat berupa air tawar atau air laut tergantung jenis dari ikan yang dibudidayakan. Air sangat diperhatikan karena merupakan media atau faktor terpenting untuk kelangsungan hidup ikan. Air yang mengandung logam dan senyawa yang berbahaya dapat berakibat fatal apabila ikan tersebut terkonsumsi oleh tubuh. Untuk itu diperlukan pergantian air secara berjangka untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
c.       Suhu
Suhu merupakan faktor pertama yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya. Suhu dapat mempengaruhi keadaan internal dari ikan yang kita budidayakan. Ikan dapat menjadi tegang atau stress bila suhu terlalu tinggi dan akan menjadi lemas bila suhu terlalu rendah. Pertumbuhan optimum pada ikan terjadi pada suhu kamar normal.
d.      pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan suatu zat. pH disini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ikan yang hendak dibudidayakan. Ikan dapat mengalami pertumbuhan optimal pada pH 6,5 – 8.
e.       Intensitas cahaya
Selain suhu, pH, dan keadaan air, intensitas cahaya juga perlu diperhatikan. Masing-masing ikan mempunyai kecenderungan memakan makanan yang berbeda. Ikan ada yang aktif makan pada pagi atau siang hari ada juga yang aktif pada malam hari. Intensitas juga mempengaruhi pola dan tingkah laku ikan yang dibudidayakan.
f.       Padat tebar
Kepadatan banyaknya ikan dalam suatu tempat atau wadah sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan kesehatan ikan. Ikan membutuhkan oksigen dan ruang yang cocok dan cukup untuk tumbuh. Apabila wadah budidaya terlalu sempit dapat menyebabkan kompetisi oksigen antar ikan dan dapat dimungkinkan terjadinya kematian. Wadah yang terlalu luas dapat menimbulkan hasil yang positif bagi pertumbuhan ikan namun dapat meningkatkan kerugian yang diterima pengelola pembudidaya.
g.      Pakan
Pakan sangat berpengaruh pada laju dan kualitas ikan yang kita budidayakan. kualitas dan kandungan  pakan yang kita berikan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan dari ikan. Kualitas pakan dapat diamati secara langsung. Pakan yang baik tidak menunjukkan kerontokan atau berdebu saat kita pegang dan bentuk akan berubah secara perlahan apabila sudah terkena air. Berbeda dengan pakan berkualitas baik, pakan berkualitas buruk akan menunjukkan kerontokan bila kita pegang atau angkat dan akan langsung memencar ketika terkena air. Pakan diberikan sebesar 3-4% dari berat badan ikan perhari dengan waktu pemberian pakan sesuai dengan karakter ikan yang dibudidayakan.

C.    KENDALA-KENDALA YANG DIJUMPAI DALAM BUDIDAYA
Secara umum kendala yang sering dihadapi dalam budidaya ikan antara adalah sebagai berikut :
1.      Kurang tersedianya wadah atau tempat budidaya.
2.      Serangan penyakit dan hama.

D.      SOLUSI DALAM  MENGATASI PERMASALAHAN BUDIDAYA
1.      Kurang tersedianya wadah atau tempat budidaya.
Kendala yang satu ini sering dialami oleh sebagian besar pembudidaya yang hendak melakukan budidaya secara sederhana atau dapat juga dikatakan sebagai pemula. Kita tahu bahwa budidaya tidak hanya dapat dilakukan pada tempat yang luas. Wilayah dengan ukuran 2 x 5 dapat juga digunakan untuk budidaya asalkan padat tebal pada tempat tersebut dapat dimanfaatkan secara tepat dan efisien.
Kolam tidak harus dibangun dengan menggunakan semen dan berpondasi. Terpal adalah solusi yang pas bagi kita yang ingin melakukan budidaya sederhana. Hasil yang didapatkan dari budidaya dengan menggunakan terpal tidak berbeda dengan hasil budidaya pada kolam semen atau berpondasi apabila kita melakukan budidaya secara benar.

2.      Serangan penyakit dan hama.
Penyakit dan hama adalah salah satu kendala yang paling sering kita jumpai dalam budidaya. Penyakit biasanya disebabkan oleh  infeksi dari organisme patogen berupa jamur dan bakteri. Penyakit atau hama dapat menyerang ikan yang kita budidayakan dikarenakan lemahnya kondisi kekebalan tubuh dari ikan itu sendiri. Kita tahu bahwa kesehatan ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air yang digunakan. Dalam menjaga kualitas air diharuskan melakukan penggantian air secara berkala agar kemungkinan adanya organisme patogen dapat dihindarkan. Penggantian air dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan atau membuang air yang mengandung kotoran dan sisa-sisa makanan yang masuk ke dasar kolam. Penggantian air dapat juga dilakukan dengan cara memberi in let di permukaan kolam untuk saluran masuknya air baru dan out let pada dasar kolam untuk saluran keluarnya air lama.
Serangan penyakit dan hama dapat juga diminimalisir dengan pemberian pakan yang mengandung antibody untuk kekebalan tubuh ikan. Pada ikan yang telah terjangkit hama atau penyakit dapat dilakukan pengobatan dengan menggunakan obat yang telah disesesuaikan untuk masalah penyakit yang diderita ikan. Pemberian antibiotik dengan cara penyuntikan juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan terhadap penyakit.

Mengembalikan Citra Indonesia sebagai Negara Maritim

          Jauh sebelum masa kemerdekaan, Indonesia ternyata sudah dikenal dunia sebagai sebagai Bangsa yang memiliki Peradaban maritim maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan pada awal abad ke-9 Masehi. Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
          Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya. Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
          Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
Tentu saja, Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
          Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa belahan pulau. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar. Namun, ironisnya dalam perjalanan kedepan bangsa Indonesia, Visi mritim Indonesia seperti jauh ditenggelamkan. Pasalnya, sejak masa kolonial Belanda abad ke -18, masyarakat Indonesia mulai dibatasi untuk berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kemaritiman Ammana Gappa di Sulawesi Selatan.  Belum lagi, pengikisan semangat maritim Bangsa ini dengan menggenjot masyarakat untuk melakukan aktivitas agraris demi kepentingan kaum kolonialis semata. Akibatnya, budaya maritim bangsa Indonesia memasuki masa suram. Kondisi ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai bangsa maritim. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya investasi.
          Patut disadari, bahwa kejayaan para pendahulu negeri ini dikarenakan kemampuan mereka membaca potensi yang mereka miliki. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa negara ini disegani oleh negara-negara lain. Maka, sudah saatnya, bagi kita yang sudah tertinggal jauh dengan negara lainnya, untuk kembali menyadari dan membaca ulang narasi besar maritim Indonesia yang pernah diikrarkan dalam Unclos 1982. Didalamnya banyak termaktub peluang besar Indonesia sebagai negara kepulauan. Namun, lagi-lagi lemahnya perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang didalamnya mencakup, keluatan, Pesisir, dan perikanan, maka beberapa kerugian yang didapatkan. Seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 dengan alasan “ineffective occupation” atau wilayah yang diterlantarkan.
          Minimnya keberpihakan kepada sektor maritim (maritime policy) salah satunya menyebabkan masih semrawutnya penataan selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa; hal lainnya adalah pelabuhan dalam negeri belum menjadi international hub port, ZEE yang masih terlantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas, serta makin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan semakin meningkatnya penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu; alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik.
          Terkait dengan visi pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, tentunya, seiring dengan tujuan tersebut, maka dibutuhkan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai. Karena, pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara berlebihan dan tak terkendali dapat merusak atau mempercepat berkurangnya sumber daya nasional.
Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa Indonesia.
          Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia. Oleh karena itu, sebagai suatu langkah yang konkrit, dibutuhkan semangat yang konsisten dan kerja-kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa Indonesia. Tentunya, juga diperlukan suatu gerakan moral untuk terus mengumandangkan semangat maritim ini pada semua lapisan masyarakat Indonesia untuk kembali menyadari keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sebuah gerakan yang berintegritas tinggi UNTUK MENGEMBALIKAN KEJAYAAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM TERBESAR DI DUNIA.
          Tentunya Mengembalikan semangat maritim itu tidak mudah, diperlukan upaya yang serius dari semua elemen bangsa. Namun, bukan mustahil jika Indonesia Maritime Institute, akan menjadi pelopor dari gerakan mengembalikan sejarah keemasan Indonesia sebagai bangsa yang ber-Visi maritim. Karena harus disadari, bagaimanapun gagasan ini lahir dari sebuah realita kehidupan masyarakat Indonesia yang sebenarnya lebih banyak bersentuhan langsung dengan dunia maritim. Mereka hidup dan beninteraksi langsung dengan kekayaan sumberdaya laut yang begitu besar. Tapi tragis, sekian lama kehidupan mereka sangat memprihatinkan. Dari generasi ke generasi mereka selalu mendapat predikat masyarakat miskin. Inilah potret masyarakat maritim yang seharunya menjadi garda terdepan pembangunan nasional Indonesia yang secara de fakto berada pada suatu wilayah dengan luas lautan 75 persen dari luas wilayahnya dan merupakan negara kepualaun terbesar di dunia. Disamping itu, keterpurukan bangsa Indonesia yang mulai dirasakan sekarang ini karena kebijakan pembangunan nasional yang sekian tahun berorintasi ke continental based, padahal potensi dan realita sebagai Negara Kepulauan harusnya visi maritime menjadi landasan utama dalam menetukan arah kebijakan pembangunan nasional.