Selasa, 20 Desember 2011

Alasan dan Harapan Bersama Perikanan (PSP) serta Cita-cita


Dari semua pertanyaan yang ditujukan kepada saya dalam rangka pemenuhan tugas dari Pak Faik tentang alasan kuliah di perikanan dalam hal ini PSP, harapan di prodi tersebut, serta setelah lulus mau kerja dimana, saya akan mencoba memberikan jawaban semampu saya satu persatu.^^

1.      Alasan kuliah di perikanan?
Jujur, pertama kali saya ditanya soal ini saya selalu bingung. Mengapa? karena pertama kali saya memilih prodi ini dalam pilihan SNMPTN, semata-mata karena saya tidak mau berurusan lagi dengan yang namanya angka dan matematika. hehehe. Namun, setelah 2 semester yang terlewatkan saya menyadari betul akan pentingnya dunia perikanan bagi negara tercinta ini. Pandangan saya yang semula hanya memandang sebelah mata tentang kata “perikanan”  ternyata salah besar. Dunia perikanan ini begitu luas. terlebih negara kita yang sebagian besar terdiri dari lautan, dapat dibilang sangat membutuhkan perikanan. Di dunia perikanan tidak hanya mempelajari tentang ikan, namun juga  mempelajari  tentang segala macam aspek-aspek kehidupan yang saling berkaitan antara makhluk hidup akuatik, lingkungan, dan ekonomi kemasyarakatan. Dan satu hal yang penting mengenai dunia perikanan dan kuliah perikanan khususnya di UNDIP, perikanan ternyata lebih rumit dari sekedar matematika. wkwkwkwkwk

2.      Harapan perikanan (PSP)?
Harapan saya terhadap perikanan khususnya PSP ini adalah agar masyarakat tidak lagi memandang sebelah mata akan perikanan yang berlanjut dengan tindakan-tindakan pengacuhan terhadap keadaan perikanan dan laut di Indonesia. Indonesia adalah negara yang memiliki prospek perikanan yang bagus dan melimpah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. Saya yakin melalui perikanan negara tercinta ini dapat berkembang menjadi negara maritim yang benar-benar maju akan pemanfaatan serta kualitas produk perikanannya.

3.      Setelah lulus mau bekerja dimana? Perikanan atau luar dunia perikanan?
Selama kuliah 2 semester di perikanan UNDIP, saya belum dapat menjawab pertanyaan ini. Jujur, saya belum ada gambaran mengenai hal tersebut. Akan tetapi saya sering mempertanyakan hal ini kepada teman-teman saya. Namun hasilnya adalah sama saja. hehehe.
Pada saat perjalanan pulang dari Praktikum Rancang Bangun Kapal Perikanan di Batang, saya menanyakan pertanyaan yang sama kepada kakak angkatan 2009, Mbak Indri. Dia satu-satunya orang yang dapat menjawab pertanyaan tersebut secara terperinci dan yakin kepada saya. Dia memaparkan cita-citanya pertama kali yang terbayang adalah menjadi supervisor pada kapal perikanan. Namun cita-cita tersebut ditinggalkannya karena mengingat pekerjaan tersebut terlalu berat dan beresiko untuk wanita. beliau juga menjelaskan bahwa menjadi supervisor pada kapal perikanan dibutuhkan tanggung jawab yang besar serta ketelitian dan kejujuran yang tinggi. Mendengar pernyataan tersebut tiba-tiba ada perasaan dari diri saya bahwa ini adalah pekerjaan yang pantas buat saya yang suka akan tantangan dan diperlukan tanggung jawab yang besar. Menjadi supervisor kapal perikanan adalah keinginanku untuk sekarang ini dan semoga saja dapat terwujud. Namun apabila besok mendapatkan pekerjaan yang berada di luar lingkup perikanan. . . . mau bagaimana lagi. Asalkan pendapatannya pantas untuk seorang sarjana.^^

Minggu, 11 Desember 2011

KONDISI PERIKANAN INDONESIA SAAT INI

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 .  Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas sebagai berikut :
- Utara : Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan.
- Selatan : Negara Australia, Samudera Hindia.
- Barat : Samudera Hindia.
- Timur : Negara Papua Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik.


Letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Sedangkan letak astronomis Indonesia terletak di antara 6oLU – 11oLS dan 95oBT – 141oBT. Dari letak astronomis dan geografis Indonesia memiliki pengaruh besar pada bidang perekonomian dan perikanan. ini bisa kita lihat dari tingginya keanekaragaman biota laut di Indonesia. tetapi saat ini sudah sangat berbeda dengan dahulu.


Beberapa perairan di Indonesia Sudah mengalami Over Fishing. Zainal Arifin dari pusat penelitian Oseanografi LIPI mengatakan beberapa wilayah yang mengalami over fishing atau penangkapan berlebihan. "Di laut Jawa, Selat Malaka dan Selat Karimata. Tahun ini ada kemungkinan Laut Arafura juga mengalami kelangkaan karena over fishing," ucapnya saat dihubungi Media Indonesia, Senin (10/5). Sayang, dirinya tak bisa menyebutkan jenis-jenis ikan apa saja yang sudah langka di daerah tersebut. Kian padatnya jalur penangkapan ikan di area-area yang disebutkan Zainal menjadi penyebab utama kelangkaan ikan di wilayah tersebut. "Walaupun perubahan seperti hutan mangrove yang beralih fungsi menjadi tambak dan polusi yang banyak disebutkan industri-industri di utara Jawa juga berpengaruh," imbuh Zainal. Perubahan iklim, lanjutnya, juga akan mengambil peranan penting seputar kelangkaan ikan di perairan Indonesia. "Lima hingga 10 tahun mendatang, perubahan iklim berpotensi memperburuk kondisi sumber daya ikan di laut Indonesia," tandasnya. 



Sebelah selatan Pulau Jawa menjadi area yang dinilai Zainal masih memiliki sumber daya ikan dalam jumlah aman. Dalam kacamata Zainal, hal ini disebabkan lantaran peralatan yang digunakan para nelayan di wilayah itu masih relatif sederhana. "Di sebelah selatan para nelayan tidak bisa melaut terlalu jauh karena keterbatasan alat," kata Zainal. (BBC/*/OL-7)

Sumber :Media Indonesia

Selasa, 06 Desember 2011

LAGU NELAYAN

Tak kan ada ikan gurih di meja makan
Tanpa ada jerih-payah nelayan
Daging ikan sumber gizi bermutu tinggi
Diperlukan semua manusia

Tiap malam mengembara di lautan
Ombak badai menghadang dan menerjang
Pak nelayan tak gentar dalam darmanya
Demi kita yang membutuhkan pangan
Terima kasih pak nelayan

Sebuah lagu yang dipersembahkan khusus untuk para nelayan di seluruh nusantara. Lagu yang singkat namun penuh makna, menggambarkan perjuangan seorang nelayan demi kebutuhan kita.

Di era '90an , lagu ini sering sekali diputar di stasiun TV nasional kebanggaan bangsa, TVRI. Lagu ini saya dengar sejak saya masih kecil. Lagu ini pula yang membangkitkan kecintaan saya terhadap dunia perikanan. Sampai saat ini saya tidak tahu siapa pencipta lagu ini. Bahkan saya tidak menemukan lagu ini dalam bentuk file audio digital (.mp3). Apabila ada diantara pembaca yang mengetahuinya, mohon beritahu saya via komentar anda. Terima kasih...

NELAYAN TRADISIONAL KIAN TERSISIH

AMBON, KOMPAS - Nelayan tradisional di Ambon, Maluku, yang menggunakan alat tangkap ikan huhate, semacam alat pancing, kian tersisih. Mereka kalah bersaing dengan nelayan yang menggunakan jaring. Peter (41), salah seorang nelayan tradisional di Galala, Ambon, Minggu (21/2), mengatakan, nelayan dengan alat tangkap jaring kebanyakan nelayan asing yang berasal dari Filipina. Mereka kerap beroperasi di perairan tempat nelayan tradisional Ambon biasa mencari ikan, misalnya di perairan Seram, Buru, Bitung, dan Banda.
Dengan menggunakan jaring, mereka dapat menangkap ikan tiga sampai empat kali lipat lebih banyak daripada yang bisa ditangkap nelayan tradisional. Dampaknya, nelayan tradisional hanya mendapat sisanya yang jumlahnya tergolong sedikit.

”Sekali melaut (dua hari sampai lima hari), nelayan Ambon hanya bisa menangkap ikan cakalang, sejenis ikan tongkol, 500 kilogram sampai 2 ton. Jumlah itu jauh di bawah hasil tangkapan sebelum tahun 1980, yang minimal 2 ton sekali melaut,” papar Peter. Yonas (43), nelayan yang memiliki enam perahu di Galala, mengungkapkan, tidak hanya nelayan asing yang membuat nelayan lokal terancam. Sejumlah perusahaan nasional yang mengoperasikan perahu dengan alat tangkap jaring untuk menangkap ikan di perairan Maluku juga mengundang resah. Perusahaan seperti itu, lanjut Yonas, tidak sedikit yang menyewa orang Filipina yang terbiasa menangkap ikan dengan jaring. ”Di sisi lain, nelayan tradisional Ambon enggan menggunakan alat tangkap jaring karena tidak terbiasa,” katanya.

Tak dioperasikan
Kondisi yang demikian, kata Peter, Yonas, dan beberapa nelayan tradisional Galala lainnya, menyebabkan mereka memilih tidak mengoperasikan perahunya. Hal itu disebabkan biaya operasi yang dikeluarkan nelayan tidak sebanding dengan hasil tangkapan. Sekretaris Jenderal Lembaga Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik mendesak pemerintah menerbitkan regulasi guna melindungi perairan yang menjadi wilayah tangkap nelayan tradisional. Negara lain yang bertumpu pada perikanan, seperti Jepang, katanya, sangat melindungi nelayan dengan regulasi. Regulasi seperti itu dinilai perlu, terutama jika pemerintah ingin tetap menjadikan Maluku sebagai lumbung perikanan. ”Apalagi jika ingin Indonesia menjadi produsen ikan terbesar di dunia tahun 2012. Saat ini, Indonesia menduduki posisi keempat. Posisi pertama ditempati oleh China, lalu Peru, dan terakhir Amerika Serikat,” kata Riza.

Target sebagai produsen ikan terbesar tidak akan tercapai jika pencurian ikan dan penangkapan ikan secara besar-besaran tanpa memerhatikan keberlanjutan produksi ikan, seperti sekarang ini, terus terjadi. ”Yang terjadi pada akhirnya nelayan tradisional kian terpuruk,” ujar Riza.

Tak sependapat
Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual, Maluku, Joko Supraptomo tidak sependapat jika dikatakan tangkap jaring tidak memperhatikan keberlanjutan produksi ikan. ”Hal itu tinggal tergantung dari ukuran mata jaringnya. Ukuran ini pun ada aturannya sehingga jaring tidak menangkap ikan kecil,” ujarnya. Joko berpendapat, nelayan tradisional bukan tidak bisa beralih ke alat tangkap jaring. ”Mereka lebih memilih huhate karena sudah turun-temurun menggunakannya sehingga sulit beralih ke jaring,” katanya. (APA)
sumber: KOMPAS

AYO MAKAN IKAN !!

Dalam dunia ekonomi, selalu ada hukum permintaan dan penawaran barang. Apabila permintaan tinggi dan hanya mampu disupply dengan penawaran yang sedikit, maka harga barang akan melambung. Hal sebaliknya terjadi, permintaan yang rendah dengan supply yang tinggi akan menyebabkan turunnya harga di pasaran. Dunia perikanan pun juga akan bermuara kepada hukum ekonomi di atas. Jumlah permintaan akan daging ikan yang rendah di pasaran tentunya akan berdampak pada rendahnya harga ikan di pasar.
 
Melalui polling terbuka di blog ini selama satu bulan diketahui bahwa konsumsi ikan pembaca  masih terlihat kurang. Dari 12 orang responden yang mengikuti polling, hanya sekitar 3 orang pembaca yang mengkonsumsi ikan lebih dari tujuh kali dalam seminggu. Ini berarti hanya sekitar 25 % dari jumlah keseluruhan peserta survey. Walaupun jajak pendapat ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah dan tidak bisa dijadikan bahan acuan secara faktual, akan tetapi bisa jadi ini gambaran umum para bagi pembaca sekalian.

Kalau kita jadikan hasil survey sebagai bahan acuan sementara tulisan ini, maka dapat diasumsikan bahwa permintaan masyarakat akan daging ikan masih rendah. Terbukti dari polling, dimana para pembaca yang melakukan jajak pendapat lebih banyak mengkonsumsi ikan kurang dari 3 kali dalam sepekan. Entah faktor apa yang mempengaruhi minimnya tingkat konsumsi ikan di masyarakat.

Faktor kebiasaan mungkin bisa jadi salah satunya. Masyarakat Indonesia yang umumnya tinggal di daratan pasti lebih familiar dengan daging hasil ternak, seperti: Ayam, Kambing dan Sapi. Sedangkan masyarakat kita yang tinggal di pesisir barangkali lebih sering mengkonsumsi daging ikan.

Ada juga beberapa orang teman saya yang mengatakan, 'ah, ribet makan ikan! abis banyak durinya sih!'. Memang betul, bentuk tubuh ikan yang kecil dan struktur otot yang lebih lembek memaksa ikan untuk memiliki banyak duri dalam dagingnya. Tapi ini tidak sepenuhnya benar, ikan - ikan yang memiliki banyak duri kecil biasanya adalah ikan jenis muara atau berjenis herbivora. Sedangkan untuk ikan laut sendiri, biasanya tidak memiliki duri yang keras dan besar karena struktur daging ikan laut seperti: Tuna dan Cakalang lebih kuat dan berotot.


Jenis variasi olahan dari daging ikan yang masih minim barangkali juga bisa jadi pemicu para ibu - ibu rumah tangga enggan untuk membeli ikan. Padahal, saat ini sudah banyak pabrik pengolahan daging ikan yang 'menyulap' daging ikan yang amis menjadi produk - produk makanan yang lezat. Daging ikan banyak diolah menjadi berbagai bentuk seperti: ikan kalengan, bakso ikan, nugget ikan, ikan fillet, dsb.

Ada informasi yang bisa anda baca disini bila anda sukar makan ikan.

Kurangnya minat masyarakat dalam mengkonsumsi ikan mendorong terjadinya penurunan harga ikan di pasaran. Hal ini akan berakibat efek domino, dimana pada akhirnya adalah penurunan tingkat kesejahteraan nelayan dan meningkatnya akan kemiskinan. Bayangkan oleh anda, nelayan yang berangkat dari pagi hari atau bahkan berangkat malam hari dan menginap di lautan hanya untuk menangkap daging ikan. Sendirian di tengah lautan, hanya ditemani deburan ombak dan dinginnya angin malam. Kadangkala pula lautan tak bersahabat, ikan tak didapat hanya pulang dengan baju basah tersapu ombak. Ini sangat dilematis sekali, perjuangan nelayan mencari ikan yang bertaruh dengan nyawa kadang hanya dibayar murah di pasaran. Harga 1kg ikan mungkin hanya kurang dari Rp 3000,- itu pun belum dipotong untuk biaya operasional penangkapan.

Bagi nelayan - nelayan besar yang punya modal dengan kapal yang lebih canggih (belum tentu modern), biasanya mereka mengakalinya dengan menjual hasil tangkapan kepada para eksportir kelas besar pula. Sudah barang tentu harga jualnya masih bisa fluktuatif, tergantung ketersediaan stok ikan di pasar internasional. 


Tujuan ekspor ikan kita biasanya ke Jepang, China, Eropa dan Amerika. Bukan hanya karena negara - negara tersebut tidak memiliki armada yang memadai, tetapi juga tingginya minat masyarakat disana untuk mengkonsumsi ikan. Sebagai contoh Jepang, negari sakura ini punya banyak nelayan dengan kelimpahan stok ikan yang sangat memadai. Namun itu semua tidak cukup, mereka masih memerlukan supply ikan dari negara kita. Dan saya yakin kita semua pasti tahu bahwa masyarakat Jepang sangat gemar makan ikan segar.

Kegemaran masyarakat akan konsumsi daging ikan tidak selalu harus menunggu seluruh masyarakat sadar pentingnya ikan. Mulailah dari diri sendiri untuk makan ikan, tidak harus dalam jumlah yang banyak tapi cukup. Bila satu keluarga di seluruh Indonesia ini membeli daging ikan seberat 1kg per hari, maka cukuplah sudah meningkatkan kesejahteraan para nelayan.


'Ayo ibu - ibu, segera ke pasar dan beli daging ikan!'

sumber gambar: Google